LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN
Acara praktikum : Peranan auksin terhadap perakaran stek
Tujuan : Untuk mengetahui pengaruh berbagai konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan NAA serta akuades.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum ternyata didapatkan hasil bahwa pemberian IAA dengan konsentrasi 60 ppm menunjukan pertumbuhan jumlah akar yang paling optimum dengan pertumbuhan jumlah akar 6, dengan panjang akar terpanjang 2,5 cm. Pemberian NAA dengan konsentrasi 40 ppm dan 60 ppm menunjuk pertumbuhan jumlah akar yang optimum dengan panjang akar 2 cm. Berdasarkan Salisbury dan Ross (1985), IAA yang terdapat di akar pada konsentrasi yang hampir sama dibagian tumbuhan lainnya. Pemberian auksin dengan konsentrasi 10-7 sampai 10-13 M mampu memacu pemanjangan akar pada banyak spesies. Konsentrasi IAA yang lebih tinggi (tapi masih cukup rendah antara 1-10 µM) menyebabkan pertumbuhan akar terhambat.
Auksin utama adalah indole-3 acetic acid (IAA) (Hopkins,1995) sedangkan Naphtalene Acetyl Acid (NAA) adalah auksin buatan. IAA dan NAA selain memacu perpanjangan sel juga menyebabkan perpanjangan koleoptil dan batang. Distribusi IAA dalam organ tumbuhan (akar dan batang) tidak merata, sehingga akan menyebabkan perbesaran sel yang tidak sama dan disertai dengan pembengkakan organ (geotropisme dan Fototropisme). Sintesis IAA terjadi dalam 3 tahap yaitu Konversi triptofan menjadi indole 3 pyruvic acid (IPA), karboksilasi IPA menjadi indole 3 acetaldehyde (IAAid), IAAid dioksidasi menjadi IAA oleh Nad-dependen indole-3 acetaldehyde dehidrogenase.
IAA adalah endogenous auksin yang terbentuk dari triptofan yang merupakan suatu senyawa dengan inti Indole dan selalu terdapat dalam jaringan tanaman. Di dalam proses biosintesis, triptofan berubah menjadi IAA dengan membentuk Indole Pyruvic Acid dan Indole-3-Acetaldehyde. IAA ini dapat pula terbentuk dari Triptamine yang selanjutnya menjadi Indole-3-acetaldehyde, selanjutnya menjadi Indole-3-acetid acid (IAA). Perubahan dari Indole-3-acetonitrile menjadi IAA dengan bantuan enzyme nitrilase prosesnya masih belum diketahui (Abidin, 1985).
Menurut Gardner et al.(1985), respon auksin berhubungan dengan konsentrasinya. Konsentrasi yang tinggi bersifat menghambat yang dapat dijelaskan sebagai persaingan untuk mendapatkan peletakan pada tempat kedudukan penerima yaitu penambahan konsentrasi meningkatkan kemungkinan terdapatnya molekul yang sebagian melekat menempati kedudukan penerima yang menyebabkan kurang efektifnya gabungan tersebut. Auksin (IAA) berpengaruh terhadap jumlah dan panjang akar, jumlah daun dan jumlah plantlet. Pemberian IAA berakibat pada jumlah akar yaitu menghambat dalam mempengaruhi pembentukan akar pada eksplan, dan menyebabkan jumlah akar menjadi sedikit. Akar pada dasarnya terhambat pada hampir semua kisaran hormon. Respon pemberian IAA sangat bervariasi tergantung pada kepekaan organ tanaman. Batang merespon konsentrasi auksin dalam kisaran yang cukup lebar.
Auksin merupakan salah satu zat pengatur tumbuh tanaman (plant growth regulator) yang aktivitasnya dapat merangsang atau mendorong pengembangan sel. Keberadaan IAA (Indole Acetic Acid) di alam dapat diidentifikasikan sebagai auksin yang aktif di dalam tumbuhan (endogenous) yang diproduksi dalam jaringan meristematik yang aktif. Contoh IAA dapat ditemukan ditunas, sedangkan IBA (Indole Butyric Acid) dan NAA (Naphtaleneacetic acid) merupakan auksin sintetis (Hoesen et al., 2000).
Menurut Dwidjoseputro (1992) salah satu fungsi auksin adalah sebagai herbisida. Fungsi auksin yang lain menurut Delvin (1968), berperan pada perpanjangan sel, apikal dominansi, inisiasi akar, partenokarpi, absisi dan respirasi. Lebih lanjut Heddy (1989), menjelaskan pengaruh fisiologi auksin pada tumbuhan yaitu :
a. pemanjangan sel
IAA dan auksin lain merangsang pemanjangan sel dan juga dapat berakibat pada pemanjangan koleoptil batang.
b. tunas ketiak
IAA yang dibentuk pada meristem apikal dan ditransport ke bawah dapat menghambat perkembangan tunas ketiak (lateral). Jika meristem apikal dipotong, tunas lateral akan berkembang.
c. absisi daun
Daun akan terpisah dari batang jika sel-sel pada daerah absisi mengalami perubahan kimia dan fisik.
d. aktivitas kambium
Auxin merangsang pembelahan sel dalam darah kambium.
e. tumbuh akar
Dalam akar, pengaruh IAA biasanya menghambat pemanjangan sel, kecuali pada konsentrasi yang sangat rendah.
Mekanisme auksin menurut Darmawan dan Baharsjah (1983), pada banyak tanaman pucuk lateral tidak mau tumbuh bila pucuk terminalnya utuh. Pucuk terminal apabila dipotong akan membuat pucuk lateral tumbuh. Pemotongan pucuk terminal akan menghasilkan auksin dalam jumlah besar sehingga konsentrasinya menghambat pertumbuhan pucuk lateral. Auksin yang dibentuk dalam ujung koleoptil bergerak ke bawah (basipetal). Pergerakan auksin hanya ke satu arah yaitu ke bawah atau menjauhi ujung pucuk. Lebih lanjut Hopkins (1995), sintesis auksin memerlukan Zn sebagai katalisator.
Menurut Wattimena (1987) dan Wareing dan Philips (1981) konsentrasi auksin yang diperlukan untuk pertumbuhan relatif tinggi daripada kebutuhan auksin untuk pertumbuhan akar. Pertumbuhan akar hanya akan dihambat oleh auksin pada tingkat konsentrasi yang memacu pertumbuhan batang faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan auksin endogen dapat memacu pertumbuhan hanya bila faktor-faktor lingkungan ini juga menghambat sintesis etilen. Menurut Tjitrosoemo (1994), faktor lingkungan yang besar pengaruhnya terhadap pemanjangan batang adalah suhu dan intensitas cahaya, sedangkan pada pemanjangan akar dipengaruhi oleh pasokan fotontesis (umumnya dalam bentuk sukrosa).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan mengenai praktikum kebutuhan auksin dalam tanaman adalah sebagai berikut :
1. Efektivitas IAA lebih tinggi bila dibandingkan dengan NAA dalam memacu pertumbuhan akar.
2. Konsentrasi optimum IAA untuk akar pada konsentrasi 60 ppm lebih optimum dibandingkan NAA dan akuades.
Daftar Referensi
Abidin, Z. 1985. Dasar-dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh. Penerbit Angkasa, Bandung.
Delvin, R. M. 1968. Plant Physiology. Peinhold Book Corporation, London.
Darmawan. J & Baharsjah J. S. 1983. Dasar-dasar Fisiologi Tanaman. PT Suryandaru Utama, Jakarta.
Dwidjoseputro, D. 1992. Pengantar Fisiologi TUmbuhan. PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta Heddy, S. 1989. Hormon Tumbuhan. CV. Rajawali, Jakarta.
Gardner, F. P., R.B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1985. Physiology of Crop Plants. The Iowa State University Press, USA.
Hoesen, D. S. H. Sumarnie, H. Priyono. 2000. Peranan Zat Pengatur Tumbuh IBA, NAA dan IAA Pada Perbanyakan Amarilis Merah ( Amarillidaceae). LIPI Bogor.
Heddy, S. 1983. Hormon Tumbuhan. CV Rajawali, Jakarta.Hopkins, W. G. 1995. Introduction to Plant Physiology. John Wiley & Sons. Inc, USA.
Salisbury, F. B dan C. W. Ross. 1985. Plant Physiology Third Edition. Wadsworth Publishing Company, California.
Supeni, T. 1997. Biologi. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Tjitrosoemo, S. 1994. Botani Umum 1. Angkasa, Bandung.
Wareing, P.F. dan Philips, I. D.J. 1981. The Control of Growth and Differentiation in Plant. Pergamon Press, Oxford.
Wattimena, G. A. 1987. Zat Pengatur Tumbuh. PAU Bioteknologi IPB, Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar